Fenomena review bombing kini menjadi ancaman nyata bagi industri hiburan modern. Dari game hingga film, banyak karya dihancurkan hanya karena ulasan negatif massal yang tidak obyektif.
Aksi ini bukan sekadar kritik, melainkan sabotase reputasi yang bisa merugikan kreator dan mengacaukan penilaian publik. Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana review bombing terjadi, dampaknya bagi industri hiburan, dan kenapa hal ini perlu segera disikapi secara serius oleh semua pihak.
Review bombing adalah tindakan memberikan banyak ulasan negatif secara massal terhadap suatu produk, seperti video game, film, serial televisi, aplikasi, atau bahkan restoran dan bisnis lainnya. Tindakan ini biasanya dilakukan dalam waktu yang singkat dan dengan tujuan tertentu, baik untuk mengekspresikan kekecewaan, melakukan protes, maupun menjatuhkan reputasi sebuah karya secara sistematis. Dalam banyak kasus, review bombing dilakukan bukan berdasarkan kualitas produk itu sendiri, melainkan karena alasan eksternal seperti isu politik, perbedaan pendapat ideologis, keputusan pengembang, atau ketidaksukaan terhadap aktor, developer, atau studio tertentu.
Fenomena ini semakin marak seiring berkembangnya platform digital yang memungkinkan pengguna memberikan ulasan dan rating secara terbuka. Situs seperti Steam, Rotten Tomatoes, Metacritic, IMDb, Google Play Store, dan App Store menjadi sasaran utama review bombing, karena review dan rating di platform-platform tersebut sangat berpengaruh terhadap persepsi publik dan keputusan pembelian.
Salah satu contoh review bombing terjadi pada game The Last of Us Part II (2020). Beberapa jam setelah dirilis, game ini langsung dibanjiri ribuan ulasan negatif di Metacritic, sebagian besar bukan karena gameplay atau kualitas grafis, melainkan karena arah cerita yang dianggap kontroversial oleh sebagian pemain. Hal yang sama juga terjadi pada film Captain Marvel (2019), yang mendapat banyak ulasan negatif sebelum filmnya dirilis, sebagai bentuk protes terhadap pernyataan Brie Larson yang dianggap politis oleh sebagian kalangan.
Meskipun banyak orang menganggap ulasan sebagai bentuk kebebasan berekspresi, review bombing dianggap bermasalah karena menciptakan bias dan menyamarkan penilaian objektif. Akibatnya, konsumen kesulitan membedakan mana kritik yang jujur dan mana yang didorong oleh agenda tertentu. Ini juga merugikan pihak pengembang atau kreator yang telah bekerja keras, karena penilaian buruk yang tidak adil dapat memengaruhi penjualan, reputasi studio, bahkan peluang karier individu yang terlibat.
Beberapa platform sudah mulai mengambil langkah untuk mengatasi review bombing. Steam, misalnya, memiliki sistem deteksi “off-topic review activity” untuk menyaring ulasan yang tidak relevan dengan kualitas game. Rotten Tomatoes juga sempat menonaktifkan fitur rating penonton sebelum film dirilis untuk mencegah manipulasi skor.
Namun, upaya ini masih belum sepenuhnya efektif. Review bombing tetap menjadi alat ampuh dalam budaya digital, karena dapat memengaruhi opini publik dengan cepat. Oleh karena itu, penting bagi penonton dan pemain untuk lebih kritis dalam membaca ulasan dan memisahkan antara penilaian yang konstruktif dengan aksi sabotase massal.
Secara keseluruhan, review bombing mencerminkan tantangan baru dalam era digital: ketika opini bisa dijadikan senjata, industri hiburan harus mencari cara baru untuk melindungi kreativitas, keadilan, dan kredibilitas dari manipulasi publik yang tidak bertanggung jawab.
Secara psikologis, fenomena review bombing dapat dipahami sebagai bentuk luapan frustrasi atau kekecewaan kolektif terhadap media massa atau institusi yang dianggap tidak mewakili suara publik. Ketika media arus utama memberikan ulasan positif terhadap suatu film, game, atau serial yang tidak sesuai dengan ekspektasi sebagian besar audiens, sebagian dari mereka merespons dengan aksi review bombing, memberi ulasan negatif secara massal untuk “meluruskan” narasi menurut versi mereka.
Fenomena ini mencerminkan adanya ketimpangan antara opini publik dengan opini media. Banyak konsumen merasa bahwa media profesional tidak netral, terlalu berpihak, atau bahkan dibayar untuk memberi penilaian tinggi pada karya yang sebenarnya dianggap mengecewakan. Akibatnya, mereka mengambil alih ruang ulasan konsumen sebagai wadah ekspresi dan bentuk “pembalasan” terhadap narasi dominan. Ini bukan hanya soal menilai produk, tetapi menjadi aksi simbolik untuk menunjukkan bahwa suara komunitas juga valid.
Dari sudut pandang psikologi sosial, review bombing bisa dilihat sebagai bentuk respon kolektif terhadap ketidakpuasan, yang termanifestasi dalam perilaku komunal online. Saat seseorang merasa kecewa atau marah terhadap suatu produk, lalu melihat banyak orang lain yang merasakan hal yang sama, ia terdorong untuk ikut menyuarakan pendapat melalui ulasan negatif. Ini dikenal dengan efek social proof, di mana persepsi mayoritas memengaruhi perilaku individu. Proses ini memperkuat aksi review bombing, bahkan sering kali melibatkan orang yang belum sepenuhnya mengalami produk tersebut.
Fenomena ini juga dipengaruhi oleh dinamika emosi digital, seperti keinginan untuk berpartisipasi dalam gerakan online, perasaan memiliki terhadap suatu franchise, dan dorongan untuk “menghukum” pihak yang dianggap mengecewakan publik. Dalam konteks ini, review bombing menjadi lebih dari sekadar ulasan, ia berubah menjadi alat protes, bahkan gerakan sosial digital.
Namun, penting dicatat bahwa meskipun review bombing mencerminkan kekecewaan nyata, caranya sering kali merusak dan tidak proporsional. Banyak kreator yang jadi korban serangan tanpa evaluasi adil terhadap karya mereka. Karena itu, memahami fenomena review bombing secara psikologis tidak berarti membenarkannya, tetapi membantu industri memahami pentingnya menjaga komunikasi dan transparansi dengan audiens agar gesekan semacam ini bisa diminimalkan.
Review bombing kerap menjadi senjata yang tidak adil dan merusak dalam industri hiburan. Banyak karya baik game maupun film yang sebenarnya memiliki potensi luar biasa justru dihancurkan di masa awal perilisannya hanya karena ketidakpuasan awal atau sentimen populis. Tanpa melihat secara objektif kualitas, proses pengembangan, atau visi kreatornya, karya-karya tersebut diserbu ulasan negatif secara massal bahkan sebelum banyak orang benar-benar mencobanya.
Fenomena ini menjadi mengerikan karena bisa menghentikan proses kreatif yang sedang berkembang. Salah satu contohnya adalah game No Man’s Sky yang dirilis pada 2016. Game ini dibombardir review negatif saat rilis karena fitur yang dijanjikan belum sepenuhnya hadir. Namun seiring waktu, studio Hello Games terus melakukan update besar-besaran. Kini, No Man’s Sky dianggap sebagai salah satu contoh sukses game yang bangkit dari review bombing dan mendapat banyak pujian.
Sayangnya, tidak semua kreator punya sumber daya dan waktu seperti itu. Banyak karya menjanjikan hancur permanen akibat ulasan buruk massal yang tidak proporsional. Karena itu, review bombing bukan hanya bentuk protes, tapi bisa jadi penghancur kreativitas paling mengerikan jika dibiarkan tanpa kontrol.
Nantikan informasi-informasi menarik lainnya dan jangan lupa untuk ikuti Facebook dan Instagram Dunia Games ya. Kamu juga bisa dapatkan voucher game untuk Mobile Legends dengan harga menarik hanya di Top-up Dunia Games.