5 Faktor Death Stranding 2 Tidak Meledak Seperti Game Pertamanya

5 Faktor Death Stranding 2 Tidak Meledak Seperti Game Pertamanya

Games
16 July 2025
7 views

Death Stranding 2 dinantikan sebagai sekuel dari game eksperimental Hideo Kojima. Namun, ada sejumlah hal yang membuat game ini tidak akan sesukses pendahulunya.

Artikel ini mengupas 7 faktor penyebabnya yang membuat game ini tidak meledak seperti pendahulunya. Simak analisis lengkapnya untuk memahami mengapa Death Stranding 2 berpotensi tidak semeledak versi pertamanya.

Indikator Penjualan Death Stranding Vs Death Stranding 2

Indikator penjualan Death Stranding dan Death Stranding 2 menunjukkan pergeseran besar dalam perilaku konsumen dan tren distribusi game. Penilaian indikator penjualan ini perlu melihat beberapa aspek utama, yaitu penjualan fisik, digital, performa regional, serta pendapatan dan jumlah pemain aktif.

Untuk Death Stranding pertama, indikator penjualan fisik menjadi tolok ukur utama. Dalam minggu debutnya di Jepang, game ini terjual 185.909 kopi fisik dan menjadi IP baru dengan debut paling sukses di konsol generasi kedelapan. Lima minggu kemudian, total penjualan fisik mencapai 253.000 kopi. Per Maret 2020, total penjualan Jepang (fisik + digital) diperkirakan mencapai 399.106 unit.

Di Inggris, game ini debut di posisi kedua, dan menjadi eksklusif PlayStation dengan debut terbesar kedua tahun itu. Secara global, game ini mendapat lebih dari 3 juta pemain di PSN pada April 2020, dan 477.000 kopi digital di Steam dalam bulan pertama. Pada Juli 2021, total penjualan global mencapai 5 juta kopi. Hingga April 2025, Death Stranding telah dimainkan lebih dari 20 juta pemain di seluruh dunia, menjadikannya sukses besar secara kumulatif.

Sementara itu, Death Stranding 2 menghadapi lanskap pasar yang berbeda. Meskipun meraih posisi pertama di tangga penjualan fisik Inggris saat rilis, angka penjualannya 66% lebih rendah dari pendahulunya. Namun ini tidak mencerminkan kegagalan, melainkan pergeseran tren ke penjualan digital. Pada 2025, Sony melaporkan bahwa 80% dari total penjualan software bersifat digital, naik drastis dari 51% pada 2019. Selain itu, edisi Deluxe hanya tersedia secara digital, yang berarti sebagian besar penjualan tidak tercermin dalam data fisik.

Dengan kata lain, indikator penjualan Death Stranding 2 tidak dapat dibandingkan secara langsung dengan pendahulunya karena pasar telah bergeser dari fisik ke digital secara signifikan. Maka, penilaian kesuksesan game ini perlu memperhitungkan konteks distribusi digital masa kini dan tidak hanya berdasarkan angka ritel tradisional.

Lantas Mengapa Death Stranding 2 Tidak Meledak Seperti Game Pertama?

Rilisnya Death Stranding 2 menandai kembalinya Hideo Kojima ke dunia game setelah kesuksesan Death Stranding pertama yang fenomenal. Namun, meskipun masih banyak ditunggu, kehadiran sekuelnya ternyata tidak menciptakan dentuman sekeras game pertamanya.

Walau tetap masuk jajaran game teratas saat rilis, terutama di Inggris, gaung Death Stranding 2 tak sekuat pendahulunya. Banyak yang bertanya-tanya: mengapa sekuel ini tidak “meledak”? Berikut ini adalah lima alasan utama yang membuat Death Stranding 2 tidak berhasil menciptakan gebrakan sebesar seri pertamanya.

1. Gimmick “Aneh” yang Kurang Segar dan Tidak Mengejutkan Lagi

Saat Death Stranding pertama dirilis, gimmick dan konsepnya terasa benar-benar segar. Game ini menawarkan pengalaman “walking simulator” yang eksperimental dengan balutan cerita filosofis dan atmosfer unik khas Kojima. Misi mengantar kargo melintasi medan terjal dengan sistem sosial yang inovatif (seperti “Like” dan struktur buatan pemain) adalah sesuatu yang sangat jarang ditemukan di game lain.

Namun di Death Stranding 2, elemen “aneh” yang dulu membuat pemain penasaran kini tidak lagi mengejutkan. Banyak gamer sudah tahu bahwa game ini akan kembali menampilkan mekanisme jalan kaki, pengiriman barang, dan narasi abstrak. Meski mungkin Kojima telah menambahkan fitur baru, kejutan utamanya tidak terasa sekuat game pertama. Akibatnya, gimmick yang dulunya jadi nilai jual utama kini terasa lebih seperti pengulangan daripada inovasi.

2. Efek “Game Perdana Pasca-Konami” Sudah Tidak Ada Lagi

Kesuksesan Death Stranding pertama juga didorong oleh faktor emosional dan sejarah. Game tersebut adalah proyek perdana Kojima setelah ia secara resmi berpisah dari Konami, perusahaan tempat ia mengembangkan seri legendaris Metal Gear. Banyak penggemar Kojima memandang Death Stranding sebagai karya pembuktian, sekaligus simbol kebebasan kreatif setelah bertahun-tahun “terkekang” di bawah korporasi besar.

Kondisi ini menciptakan ekspektasi luar biasa dari komunitas. Pemain penasaran seperti apa jadinya sebuah game jika Kojima diberi kebebasan penuh. Namun untuk Death Stranding 2, daya tarik emosional tersebut sudah tidak ada lagi. Kojima Productions kini telah mapan sebagai studio independen. Publik tidak lagi melihat proyek ini sebagai “pembuktian”, melainkan sebagai kelanjutan biasa dari karya sebelumnya. Antusiasme pun tidak seintens dulu.

3. Kurangnya Gebrakan dari Sisi Pemain dan Cast

Death Stranding pertama berhasil mencuri perhatian sejak awal karena jajaran pemainnya yang bertabur bintang Hollywood. Nama-nama seperti Norman Reedus, Mads Mikkelsen, Léa Seydoux, Guillermo del Toro, hingga Lindsay Wagner membuat game ini terasa seperti sebuah film blockbuster interaktif. Penggunaan aktor film papan atas memberi nilai jual lebih, sekaligus membuatnya diliput luas di media non-gaming.

Di Death Stranding 2, meski beberapa aktor lama kembali, tidak ada penambahan cast besar yang benar-benar mengejutkan atau mengguncang industri. Tidak ada kejutan seperti saat Mads Mikkelsen diumumkan sebagai karakter antagonis utama di game pertama. Alhasil, dari sisi pemasaran dan eksposur media, game ini kehilangan momentum besar yang dulu sangat membantu visibilitasnya.

4. Trailer dan Musik Kurang Menggugah Emosi Publik

Salah satu kekuatan promosi Death Stranding pertama terletak pada trailer-trailernya yang artistik dan membingungkan, sekaligus memikat. Kojima merancang trailer dengan tone misterius dan sinematik, dibalut musik dari band Low Roar yang sangat menyatu dengan atmosfer gamenya. Lagu seperti I’ll Keep Coming bahkan menjadi ikonik karena sangat kuat membangun nuansa game.

Sebaliknya, trailer Death Stranding 2 dinilai tidak memberikan kejutan atau gebrakan emosional seperti sebelumnya. Pemilihan musiknya pun tidak sedramatis trailer original yang membuat publik “merinding”. Padahal, untuk game dengan gaya sinematik seperti ini, trailer menjadi senjata utama untuk menciptakan hype. Kurangnya elemen emosional dan misteri dalam trailer membuat promosi game terasa kurang menggigit.

5. Pemain Sudah Mengenal Konsep dan Mekanisme Game-nya

Saat Death Stranding pertama kali diumumkan, tidak ada yang tahu pasti seperti apa gameplay-nya. Ketika akhirnya rilis, banyak yang terkejut dengan betapa berbeda dan lambatnya ritme permainan, namun justru inilah yang memancing diskusi besar. Pro-kontra bermunculan, dan semua itu justru menciptakan rasa penasaran dan “word of mouth” yang luar biasa.

Namun untuk sekuelnya, tidak ada lagi kejutan. Gamer sudah tahu bahwa ini adalah game eksplorasi dengan elemen pengiriman barang, narasi penuh teka-teki, dan visual sinematik. Akibatnya, potensi “wow factor” berkurang drastis. Banyak yang akhirnya bersikap biasa saja, karena sudah paham bahwa pengalaman bermainnya tidak akan jauh berbeda dari sebelumnya, walaupun mungkin akan lebih halus dan ekspansif.

Death Stranding 2 tidak gagal, tetapi memang menghadapi tantangan berat dalam mengulang gebrakan yang dibuat oleh game pertamanya. Ketika sebuah IP baru sukses karena kejutan, atmosfer unik, dan momentum emosional seperti proyek perdana Kojima pasca-Konami, maka sekuelnya cenderung kehilangan sebagian daya magis itu. Dengan pasar yang kini juga lebih fokus ke penjualan digital (yang datanya belum sepenuhnya tersedia), ukuran kesuksesan pun menjadi lebih kompleks.

Jika Death Stranding pertama sukses karena “kejutan total”, maka sekuel ini adalah bab lanjutan yang berjalan di jalur yang lebih tenang. Masih berkualitas, namun tak lagi revolusioner. Dan dalam dunia industri game modern, kadang itulah pembeda antara sebuah karya yang “meledak” dan yang hanya sekadar “sukses”.

Kesimpulannya, Death Stranding 2 memang tetap menunjukkan kualitas produksi tinggi, namun kehilangan banyak elemen kejutan yang membuat game pertama begitu meledak.

Dari gimmick yang tak lagi segar, absennya gebrakan cast, hingga promosi yang kurang emosional, semua ini membuat sekuelnya terasa lebih tenang dan kurang mencuri perhatian. Para gamer juga sudah familiar dengan konsep dan gameplay-nya, sehingga ekspektasi tidak lagi dipenuhi dengan rasa penasaran.

Jika Hideo Kojima ingin melanjutkan Death Stranding ke tahap ketiga, ia punya banyak pekerjaan rumah. Ia perlu menemukan cara baru untuk mengejutkan pemain, baik dari sisi mekanisme, narasi, maupun pengalaman emosional. Tanpa inovasi yang benar-benar menggugah, ada risiko franchise ini kehilangan relevansi dalam industri yang makin kompetitif dan cepat jenuh.

Nantikan informasi-informasi menarik lainnya dan jangan lupa untuk ikuti Facebook dan Instagram Dunia Games ya. Kamu juga bisa dapatkan voucher game untuk Mobile Legends dengan harga menarik hanya di Top-up Dunia Games.